PEKAN TARBIYAH
PEKAN TARBIYAH
Mari Bercermin Kepada Sahabat
Sahabat 1: Ka'ab bin Malik
Siapa yang nyaman mendapat perlakuan tak lazim: dikucilkan dari pergaulan dalam kebisuan dan penyesalan? Tak seorang pun. Namun, itulah yang dialami sahabat Ka'ab bin Malik saat dirinya mendapat iqab (sanksi) rabbani dari Allah atas ketidakhadirannya dalam Perang Tabuk. Dalam pengakuannya, Ka'ab mengakui bahwa Perang Tabuk adalah perang yang tidak diikutinya justru setelah seluruh perang bersama Rasul telah dilaluinya. “Aku telah dilalaikan oleh perhiasan dunia,” aku Ka'ab. Dan ia pun bertobat kepada Allah dengan ikhlas menerima sanksi berupa pengucilan dari komunikasi dan pergaulan bersama Rasul dan para sahabat lainnya.
Dalam kasus ini, ada 2 hal yang patut dicatat dari sikap Ka'ab. Pertama, Ka'ab menyadari kelalaiannya dengan mengakui bahwa “perhiasan dunia telah melalaikannya”. Ka'ab tidak berapologi dengan mengeluarkan seribu macam dalil, sekalipun semua orang tahu bahwa ia adalah salah seorang sahabat utama Rasul—yang tentunya selain cerdas juga shaleh. Ia mengakui telah terpedaya oleh dunia justru pada saat panggilan keabadian akhirat menggema di telinganya. Ka'ab ikhlas mengakui kekeliruannya, inilah yang hebat dari Ka'ab. Pengakuan adalah kehebatan, karena seringkali pengakuan menjadi kekerdilan dari kebesaran seseorang saat ia tak melakukannya. Kedua, dalam situasi ruhiyah yang segar oleh taubat, penyesalan, dan pengakuan, Ka'ab sesungguhnya telah kembali dalam kondisi primanya. Itulah mengapa semua bujuk rayu, tawaran, dan iming-iming yang datang dari orang-orang kafir yang mencoba memancing di air keruh, tak mempan sama sekali.
Cermin itu: Mengakui bahwa kita sedang lalai, bermasalah, jauh dari kondisi prima, kehilangan ruh, merupakan bagian dari penyadaran diri dalam upaya kembali ke kondisi puncak. Bagaimanapun, situasi yang terus berubah—dalam ritmenya yang cepat dan tak terduga—sedikit atau banyak telah membelokkan langkah, menggoyahkan keyakinan, dan mengaburkan keaslian. Jika kita tak mengakui bahwa kita makhluk bermasalah, apa kita sedang menyiapkan diri menjadi malaikat, yang bersih dari segala masalah—atau malah iblis, yang tak perlu merasa bermasalah sama sekali?
Sahabat 2: Zubair bin Awaam
Dialah salah seorang sahabat dari 10 orang yang dijamin masuk surga. Siapakah yang mengeluarkan garansi ini? Rasulullah SAW. Dengan jaminan ini, tak mengherankan bahwa Zubair merasa tak memerlukan jabatan apapun di dunia ini. Inilah faktanya: dari seluruh sahabat utama Rasul, terutama yang masuk dalam deretan 10 orang yang dijamin masuk surga, hanya Zubair yang sepanjang hidupnya tak menjabat sebagai apapun. Untuk fakta ini, Zubair punya jawaban yang singat namun lugas: jabatanku adalah mujahid fii sabilillaah! Allahu Akbar! Fakta tentang keberanian Zubair dalam menegaskan posisinya dengan keberanian yang luar biasa, telah menorehkan namanya ke dalam deretan para penghuni surga. Apakah tak ada godaan dunia (utamanya jabatan) yang merongrong hidup Zubair?
Zubair ditempa oleh ketegasan Safiyah, sang ibu, yang menginginkannya menjadi laki-laki pemberani. Dan itulah yang kemudian terjadi. Bahkan, di akhir hidupnya Zubair harus meninggalkan warisan utang kepada anaknya. Dari mana utang-utang itu berasal? Ternyata, Zubair dikenal sebagai ahli sedekah. Ia menyedekahkan seluruh hartanya, bahkan ketika ia kehabisan uang ia berani berutang untuk menyedekahkannya.
Cermin itu: Merasa tenang dengan jaminan dari Allah (wa mayyattaqillaha yaj'allahu makhraja, wayarzuqhu minhaitsu laa yahtasib—dan bertakwalah kepada Allah maka Allah akan mengeluarkanmu dari kesulitan dan Dia akan memberimu rezeki dari arah yang tak diperhitungkan) akan mengindari kita dari tergoda oleh nikmat dunia. Setelah itu, berani memposisikan “jabatan” diri di jalan Allah akan membuat kita selalu merasa “menjabat” sehingga kita tak mengemis-ngemis jabatan. Keberanian menanggung akibat dari kebaikan, adalah bagian dari “jabatan” itu.
NANTIKAN, PEKAN TARBIYAH, 25-27 Juli 2008, di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki (TIM)!
Acara:
Simposium “Refleksi Jejak Ustadz Rahmat dalam Dakwah Tarbiyah”, Nasyid, Puisi, Teater, Santunan, Pelayanan Kesehatan Gratis!
Menampilkan: Dr. Hidayat Nur Wahid, Tifatul Sembiring, Ustadz Tizar Zein, Ustadz Abu Ridho, Dr. Ahzami Sami'un Jazuli, Ustadz Abdul Hasib Hasan, Dr. Agus Nurhadi, Ustadzah Wirianingsih, Ustadzah Nurul Hidayati, Ustadzah Kingkin Anida, Ustadzah Nurjannah Hulwani, dll.
Acara Puncak: Premiere Film “Sang Murabbi”!
Gratiss!! Semua Untuk Kader!!
Mari Bercermin Kepada Sahabat
Sahabat 1: Ka'ab bin Malik
Siapa yang nyaman mendapat perlakuan tak lazim: dikucilkan dari pergaulan dalam kebisuan dan penyesalan? Tak seorang pun. Namun, itulah yang dialami sahabat Ka'ab bin Malik saat dirinya mendapat iqab (sanksi) rabbani dari Allah atas ketidakhadirannya dalam Perang Tabuk. Dalam pengakuannya, Ka'ab mengakui bahwa Perang Tabuk adalah perang yang tidak diikutinya justru setelah seluruh perang bersama Rasul telah dilaluinya. “Aku telah dilalaikan oleh perhiasan dunia,” aku Ka'ab. Dan ia pun bertobat kepada Allah dengan ikhlas menerima sanksi berupa pengucilan dari komunikasi dan pergaulan bersama Rasul dan para sahabat lainnya.
Dalam kasus ini, ada 2 hal yang patut dicatat dari sikap Ka'ab. Pertama, Ka'ab menyadari kelalaiannya dengan mengakui bahwa “perhiasan dunia telah melalaikannya”. Ka'ab tidak berapologi dengan mengeluarkan seribu macam dalil, sekalipun semua orang tahu bahwa ia adalah salah seorang sahabat utama Rasul—yang tentunya selain cerdas juga shaleh. Ia mengakui telah terpedaya oleh dunia justru pada saat panggilan keabadian akhirat menggema di telinganya. Ka'ab ikhlas mengakui kekeliruannya, inilah yang hebat dari Ka'ab. Pengakuan adalah kehebatan, karena seringkali pengakuan menjadi kekerdilan dari kebesaran seseorang saat ia tak melakukannya. Kedua, dalam situasi ruhiyah yang segar oleh taubat, penyesalan, dan pengakuan, Ka'ab sesungguhnya telah kembali dalam kondisi primanya. Itulah mengapa semua bujuk rayu, tawaran, dan iming-iming yang datang dari orang-orang kafir yang mencoba memancing di air keruh, tak mempan sama sekali.
Cermin itu: Mengakui bahwa kita sedang lalai, bermasalah, jauh dari kondisi prima, kehilangan ruh, merupakan bagian dari penyadaran diri dalam upaya kembali ke kondisi puncak. Bagaimanapun, situasi yang terus berubah—dalam ritmenya yang cepat dan tak terduga—sedikit atau banyak telah membelokkan langkah, menggoyahkan keyakinan, dan mengaburkan keaslian. Jika kita tak mengakui bahwa kita makhluk bermasalah, apa kita sedang menyiapkan diri menjadi malaikat, yang bersih dari segala masalah—atau malah iblis, yang tak perlu merasa bermasalah sama sekali?
Sahabat 2: Zubair bin Awaam
Dialah salah seorang sahabat dari 10 orang yang dijamin masuk surga. Siapakah yang mengeluarkan garansi ini? Rasulullah SAW. Dengan jaminan ini, tak mengherankan bahwa Zubair merasa tak memerlukan jabatan apapun di dunia ini. Inilah faktanya: dari seluruh sahabat utama Rasul, terutama yang masuk dalam deretan 10 orang yang dijamin masuk surga, hanya Zubair yang sepanjang hidupnya tak menjabat sebagai apapun. Untuk fakta ini, Zubair punya jawaban yang singat namun lugas: jabatanku adalah mujahid fii sabilillaah! Allahu Akbar! Fakta tentang keberanian Zubair dalam menegaskan posisinya dengan keberanian yang luar biasa, telah menorehkan namanya ke dalam deretan para penghuni surga. Apakah tak ada godaan dunia (utamanya jabatan) yang merongrong hidup Zubair?
Zubair ditempa oleh ketegasan Safiyah, sang ibu, yang menginginkannya menjadi laki-laki pemberani. Dan itulah yang kemudian terjadi. Bahkan, di akhir hidupnya Zubair harus meninggalkan warisan utang kepada anaknya. Dari mana utang-utang itu berasal? Ternyata, Zubair dikenal sebagai ahli sedekah. Ia menyedekahkan seluruh hartanya, bahkan ketika ia kehabisan uang ia berani berutang untuk menyedekahkannya.
Cermin itu: Merasa tenang dengan jaminan dari Allah (wa mayyattaqillaha yaj'allahu makhraja, wayarzuqhu minhaitsu laa yahtasib—dan bertakwalah kepada Allah maka Allah akan mengeluarkanmu dari kesulitan dan Dia akan memberimu rezeki dari arah yang tak diperhitungkan) akan mengindari kita dari tergoda oleh nikmat dunia. Setelah itu, berani memposisikan “jabatan” diri di jalan Allah akan membuat kita selalu merasa “menjabat” sehingga kita tak mengemis-ngemis jabatan. Keberanian menanggung akibat dari kebaikan, adalah bagian dari “jabatan” itu.
NANTIKAN, PEKAN TARBIYAH, 25-27 Juli 2008, di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki (TIM)!
Acara:
Simposium “Refleksi Jejak Ustadz Rahmat dalam Dakwah Tarbiyah”, Nasyid, Puisi, Teater, Santunan, Pelayanan Kesehatan Gratis!
Menampilkan: Dr. Hidayat Nur Wahid, Tifatul Sembiring, Ustadz Tizar Zein, Ustadz Abu Ridho, Dr. Ahzami Sami'un Jazuli, Ustadz Abdul Hasib Hasan, Dr. Agus Nurhadi, Ustadzah Wirianingsih, Ustadzah Nurul Hidayati, Ustadzah Kingkin Anida, Ustadzah Nurjannah Hulwani, dll.
Acara Puncak: Premiere Film “Sang Murabbi”!
Gratiss!! Semua Untuk Kader!!
Komentar
semoga cepet keluar di jogja..
semoga film ini bisa sesukses ayat-ayat cinta...aamiin