Postingan

  PERANG KOTA DAN CERMIN RETAK PERADABAN: MEMBACA FILM LEWAT KEKERUHAN REALITAS URBAN Oleh: Muhammad Yulius   “Kota bukan hanya tempat tinggal, ia adalah medan pertarungan siapa yang boleh hidup dan siapa yang dilenyapkan secara pelan-pelan.” Begitu kesan pertama saya usai menyaksikan Perang Kota , sebuah film yang tak sekadar bermain dalam ranah sinema aksi, tetapi juga bersuara lantang soal luka sosial yang lama dipendam oleh kota-kota besar di Indonesia. Film ini bukan hanya tentang peluru, perlawanan, atau ledakan. Ia adalah kisah tentang kota sebagai mesin penindas, tentang sistem yang membungkam, dan tentang manusia-manusia yang tersesat di antara beton dan harapan yang lapuk. Lewat pendekatan estetik yang realistis dan narasi yang tidak sentimental, Perang Kota menghadirkan kembali pertanyaan klasik: “Siapa yang memiliki kota?” Apakah kota adalah milik warganya, atau milik mereka yang punya kuasa membeli dan memerintah? Pertanyaan fundamental ini menjadi poros ...

AL- MAA’UUN, MATA AIR KEBIJKSANAAN JNE

Gambar
  Refleksi Surah Al Maa'uun dan Pak Prapto Oleh Muhammad Yulius Sebagai makhluk Tuhan yang sama-sama dikaruniai karsa (iradat/kehendak) dengan garis kodrat yang memagarinya, manusia dan hewan berhenti di terminal kehidupan sebagai ayat Sang Khalik. Selanjutnya, yang mengatur dan menentukan tata kelola kehidupan, baik masing-masing mereka sebagai individu maupun sel makhluk sosial, hanyalah dia yang diinjeksi hormon kekhalifahan. Dialah yang kemudian menjadi khalifah di muka bumi, sebagai wakil Tuhan untuk menghela kehidupan ke tepi zaman sesuai dengan titah dan kehendak Al-Muhaymin (Sang Maha Pengatur). Maka, hanya manusialah yang berurusan dengan kreativitas. Pun, hewan diberi pengetahuan, tetapi dia membawanya sampai mati tanpa mekanisme pewarisan kepada anak keturunan dan generasi dalam peradaban. Kreativitaslah yang membedakan hewan dan manusia dalam hal bertempat tinggal; manusia berdiam di rumah, hewan tinggal di sarang atau kandang. Rumah dan kandang didekatkan secara letter...